1 KAJIAN PENERAPAN ARSITEKTUR DAN RAGAM HIAS TRADISIONAL BALI PADA KORI AGUNG BANGUNAN BALAI PERTEMUAN DI KANTOR DRPD BALI ABSTRACT Syilvia Agustine Maharani 1), Tri Anggraini Prajnawrdhi 2) 1) Mahasiswa Program Magister Arsitektur, Fak.Teknik, Universitas Udayana 2) PS Arsitektur, Fak.Teknik, Universitas Udayana Pamesuan (exit and entrance) especially in Kori Agung has become one important element in Balinese traditional architecture which has been applied into modern buildings and has given special meaning and character to the modern buildings. Even though the western culture s influenced the building style in Bali, the Balinese traditional architecture style still become one important element to create a special character to new buildings. One example of the Balinese character is to use Pamesuan or Kori Agung as the entrance. The use of this type of entrance has been widely used for public building such as government offices in Bali which designated to preserve Balinese traditional architecture s characters. The use of Kori Agung commonly for temple, and now it has been used for other building than temple give a special meaning to the buildings. This research aimed to describe the use of Kori Agung and its elements in DPRD Bali s building.
Descriptive qualitative approach was applied to study the object of Kori Agung. Data was gathered by building and site observation and comparison with architecture theory. The result shows that the function and meaning of the elements are interrelated and has semiotic meaning from the original to modern elements. Keywords: Architecture elements, Pamesuan, Kori Agung, DPRD office Bali ABSTRAK Pamesuan, khususnya pada penelitian ini Kori Agung, merupakan salah satu elemen pada arsitektur tradisional Bali yang masih digunakan pada arsitektur modern, dan memberi nilai dan karakter Bali pada bangunan tersebut. Sehingga walaupun besarnya pengaruh budaya luar pada arsitektur di Bali, penerapan arsitektur tradisional Bali masih menjadi pilihan tersendiri untuk memberi karakter dan daya tarik pada bangunan modern.
21 1682_Arsitektur Bentuk. 1103_Struktur dan Arsitektur Edisi kedua.pdf download. 690_Strategi Presentasi dalam arsitektur.pdf download.
Salah satunya dengan memberikan pamesuan atau kori agung pada bagian entrance. Tidak terlepas pada fungsi publik seperti perkantoran daerah Bali, terlebih pada bangunan pemerintah mengharuskan adanya karakter Bali, pemberian kori agung yang pada umumnya digunakan dalam Pura pun memberi nilai tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan gambaran bangunan Kori Agung pada bangunan kantor DPRD Bali dan elemen-elemen yang tertera pada bangunan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan objek penelitian adalah kori agung yang terdapat pada kantor DPRD Bali. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi lapangan dan perbandingan dengan studi literatur terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elemen-elemen yang tertera pada bangunan kori agung ini memiiliki keterkaitan dari fungsi dan makna awal sebagai sebuah pemaknaan semiotika.
Kata Kunci: Elemen arsitektur, Pamesuan, Kori Agung, Kantor DPRD Bali. PENDAHULUAN Arsitektur Bali selalu lekat dengan kepercayaannya dan alam sekitarnya yang membentuk menjadi sebuah wujud kebudayaan yang menjadi sebuah karakter sendiri yang selalu memiliki daya tarik sendiri. Arsitektur Bali menjadi unik dan memiliki karakter karena adanya budaya dan tradisi masyarakatnya yang masih kental. Dalam pembentukan ruang dan elemen-elemen bangunan dalam rumah tradisionalnya pun mereka masih berorientasi pada kepercayaan dan alam, misalkan arah pemujaan dan ruang suci masih menggunakan gunung sebagai arah suci dan pembentukan ruangruang di dalamnya. Pamesuan sebagai salah satu bagian dari arsitektur tradisional Bali juga berorientasi pada Asta Kosala Kosali yang berdasarkan pada kepercayaan yang telah dituruntemurunkan oleh nenek moyang kita. Dewasa ini, pada arsitektur modern di Bali, pamesuan masih sering kita temukan bahkan di adaptasi menjadi sebuah fungsi yang lebih luas daripada akses masuk ke dalam sebuah hunian saja. Salah satunya di temukan pada fungsi perkantoran, meskipun fungsinya tidak lagi sebuah akses keluar masuk, yang dipakai dalam kesehariannya.
Syilvia Agustine Maharani 1), Tri Anggraini Prajnawrdhi 2)) -Kajian Penerapan Arsitektur dan Ragam Hias Tradisional Bali pada Kori Agung Bangunan Balai Pertemuan di Kantor DRPD Bali 2-67 2 Pada artikel ini, penulis ingin memaparkan salah satu contoh penerapan pamesuan pada fungsi baru dalam ATB untuk mewakili bagaimana penerapan ATB dalam pemesuan fungsi baru dalam arsitektur modern. Pada Kantor DPRD Bali ini terdapat sebuah bentuk Pamesuan bertipe Kori Agung, yang pada umumnya digunakan pada bangunan Pura dalam arsitektur tradisional Bali yang menghubungkan area madya dan area utama. Penulis ingin memaparkan elemen-elemen yang terdapat dalam Kori Agung pada Kantor DPRD tersebut dan kaitannya dengan arsitektur tradisional Bali. KAJIAN PUSTAKA Bali Pamesuan atau biasa disebut Kori merupakan suatu unit pintu umah atau pintu sebuah pekarangan dalam sebuah unit bangunan tradisional Bali, termasuk pura maupun pintu sebuah Desa. Pamesuan berdasarkan arti kata nya mempunyai makna tempat keluar, masih belum diketahui mengapa sebuah akses keluar-masuk disebut tempat keluar bukan tempat masuk sebagaimana arti entrance yang berarti pintu masuk (Saraswati, 2001). Dari kata tersebut, dan beberapa artikel menuliskan, dari situ bisa dilihat bahwa orientasi masyarakt Bali yang senang bersosialisasi dan bermasyarakat adalah keluar, dilihat dari sebagian besar aktivitas yang dilakukan berada di luar area rumah.
Pamesuan terdiri dari kori (pintu), undag (tangga) dan penyengker (tembok). Pada umumnya kori pada pamesuan berbentuk massa bangunan dengan pasangan bata yang masif dengan lubang masuk beratap.atap kor bisa merupakan pasangan lanjutan dari bagian badan dapat pula merupakan konstruksi rangka penutup atap serupa atap bangunan rumah. Dalam bentuknya yang tradisional, lengkap dengan tangga-tangga, tangga naik dan tangga turun. Lubang kori tingginya apanyujuh (tangan direntangkan keatas) dan lebar kori apajengking (tangan bercekak pinggang).pamesuan yang tergolong utama di hunian digunakan sebagai pintu formal dipakai untuk upacara-upacara resmi.
Sebagai pintu sehari-hari dibangun pintu harian di samping pintu utama yang disebut betelan atau peletasan Untuk pekarangan yang luas atau perumahan utama juga dibangun Pamesuan untuk betelan kearah belakang atau samping. Letak Pamesuan pada bagian tertentu di sisi pekarangan menghadap kejalan di depan rumah. Penempatan pamesuan berdasarkan astakosalakosali dan astabumi mempunyai perhitunganperhitungan yang berbeda-bed aantara yang menghadap kekangin (timur), kauh (barat), kaja (kearahgunung) dan kelod (kearah laut). Perhitungan penempatan yang dipergunakan sesuai pengharapan penghuni. Pada perhitungan tersebut diletakkan pamesuan, selanjutnya pada pamedalan atau pamesuan yang besar, seperti kori agung, dilengkapi dengan betelan di kiri dan kanannya.betelan berfungsi sebagai lintasan layanan atau servis. Dalam tingkatan bentuk yang paling sederhana, pamesuan disebut dengan paletasan (tempat untuk dilalui). Pamesuan juga dinamakan sebagai kori apabila mempunyai bentuk yang representatif, minimal mempunyai pengawak yang dilengkapi dengan sipah (ketiak) atau panjak (yang lebih rendah kedudukannya), dan dihubungkan ketembok oleh lelengan.
Pada tingkatan yang lebih baik dan diperuntukkan bagi tempat yang diagungkan, pamesuan atau pamedalan dinamakan kori agung ataug elung kori. Sedangkan pamesuan yang berupa tanaman hidup seringkali berupa berupa dua batang pohon kayu santen dengan jarak lebih kurang 40 cm. Selain pamesuan untuk masing-masing umah dikenal pula pamesuan yang dipergunakan bersama (kolektif) oleh beberapa unit umah dari keluarga besar yang merupakan perluasan dari unit rumah induk. Jumlah anak pamesuan juga sesuai dengan tingkatannya serta mempunyai perhitungan jumlah sesuai yang diharapkan. Makin utama pamesuan semakin banyak jumlah anak tangganya (Saraswati, 2001).
Ragam hias adalah merupakan bentuk karya seni yang melibatkan pemikiran terhadap unsur-unsur keindahan. Unsur-unsur keindahan ini juga dipengaruhi oleh unsur-unsur keindahan yang berasal dari masa lalu baik yang terinspirasi dari alam smeesta maupun yang terispirasi dari tradisi dan agama. Menurut Prijotomo (Prajnawrdhi, 2017), ornament adalah ragam-hias yang merupakan bagian integral dari konstruksi, lain kata bahwa ornamen tersebut muncul sebagai akibat penyelesaian konstruksi yang disebut tektonika. Ornamen memiliki peran yang besar di dalam membentuk struktur bangunan sedangkan dekorasi a, sehingga jika ornament tersebut dihilangkan maka perubahan bentuk maupun struktur sebuah bangunan akan terjadi. Dekorasi dalah unsur-unsur ragam-hias yang dipasang pada komponen-komponen arsitektur, tapi bukan merupakan bagian integral dari konstruksi dan sematamata dipasang sebagai elemen estetis/tata-hias.dalam hal ini dekorasi bukan merupakan bagian dari struktur dan apabila dihilangkan, tidak akan mempengaruhi bentuk maupun struktur dari bangunan. Ragam hias yang ada di Bali memiliki bentuk dan motif yang beragam. Peniruan terhadap bentukbentuk alam semesta baik tumbuhan maupun hewan, legenda dari India, cerita rakyat, falsafah agama, kepercayaan akan dewa-dewi serta kehidupan sehari-hari mewarnai bentuk-bentuk ragam hias di Bali.
Beragam bentuk dan motif ini menghiasi keseluruhan bangunan tradisional mulai dari kaki 2-68 Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN. 3 bangunan hingga atap bangunan. Hiasan pada atap bangunan salah satu contohnya yaitu penggunaan murdha pada ujung atap, ikut celedu yang memiliki motif-motif flora. Sedangkan hiasan pada badan bangunan sangat beragam, mulai dari tiang/ saka bangunan dan juga dinding bangunan yang biasanya dihiasi dengan ornament dari flora dan fauna, serta menggunakan motif-motif yang lebih beragam dan lebih kayan dari penggunaan ragam hias pada atap. Dan yang terakhir yaitu penggunaan ragam hias pada kaki bangunan. Penggunaan ornament pada bataran bangunan dengan berbagai motif flora dan fauna. Granquist (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya bentuk-bentuk ragam hias biasanya merupakan sebuah penyampaian komunikasi.
Hal ini sangat jelas terlihat pada ragam hias arsitektur Bali yaitu sangat kaya akan symbol-simbil dalam motif-motif yang disampaikan. Simbol-simbol yang disampaiakn tersebut adalah sebagai ekpresi dalam menguatkan makna tentang bentuk yang dapat berkomunikasi. Dan menurut Venturi (1977) symbol-simbol yang tertampilkan pada ragam hias dan bentuk arsitektur memiliki keterkaitan dengan pengalaman pada masa lalu. Broadbent (1980) menyatakan bahwa pengamat harus mampu menangkpan makna dari symbol sehingga tidak menimbulkan interpretasi lain, oleh sebab itu dalam mewujudkan suatu simbul harus memiliki ketegasan, jelas, dan lengkap. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini antara lain dengan studi lapangan dan pustaka, yaitu tinjauan ke lapangan terkait dan mencari literatur yang berkaitan dengan pamesuan kemudian di analisa secara keseluruhan dengan melihat data di lapangan dan pemaparan pada literatur terkait. Berdasarkan hal tersebut rancangan pokok pada penelitian ini adalah menjabarkan penerapan arsitektur tradisional Bali pada bangungan Kori Agung, meliputi elemen-elemen ragam hias yang terdapat pada bangunan Kori Agung tersebut.
Lokasi penelitian adalah di Kantor DPRD Bali yang terdapat di Jalan Kusuma Atmaja, Renon, objek dalam penelitian ini yaitu bangunan Kori Agung yang terdapat di bagian depan bangunan Balai Pertemuan DPRD pada kompleks bangunan ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada artikel ini, penulis ingin membahas Kori Agung, Kori Agung merupakan pintu masuk dan batas wilayah antara jaba tengah (madya mandala) dengan jeroan (utama mandala). Ruang/pintu untuk tempat masuk dibuat lebih kecil, yang biasanya hanya cukup untuk satu orang. Pada umumnya di atas pintu tersebut terdapat ornamen Karang Boma dan dijaga oleh dua buah patung Dwara Pala.
Hal ini menandakan bahwa tidak semua orang bisa leluasa masuk. Bentuk tipologi pamesuan Kori Agung ini lah yang akan penulis bahas dalam artikel ini. Adaptasi Pamesuan pada Bangunan Kori Agung Kantor DRPD Bali Secara keseluruhan kori agung pada Balai Pertemuan DPRD Bali ini merupakan produk adaptasi budaya Bali yang menerapakan konsep Kori Agung pada pura di Bali.
Pada kori agung terdapat beberapa elemen yang merupakan hasil adaptasi rupa tradisional Bali. Kori Agung pada Bangunan Kantor DPRD Bali Syilvia Agustine Maharani 1), Tri Anggraini Prajnawrdhi 2)) -Kajian Penerapan Arsitektur dan Ragam Hias Tradisional Bali pada Kori Agung Bangunan Balai Pertemuan di Kantor DRPD Bali 2-69. 4 Dalam Kajian Fungsi dan Dimensi Pada umumnya Kori Agung dalam sebuah Pura menghubungkan dan merupakan batas wilayah antara jaba tengah dan jero.
Menghubungkan antara wilayah madya dan wilayah yang lebih suci. Penempatan bangunan Kori Agung pada bangunan perkantoran ini juga mengadopsi konsep arsitektur tradisional Bali yang meletakan pada halaman tengah yang menghubungkan area halaman utama dengan area utama yang merupakan balai pertemuan itu sendiri.
Dengan menghadap utara dan Selatan seperti yang digunakan pada konsep arsitektur tradisional Bali. Namun jika dilihat dari skala bangunan, bentuk Kori Agung pada gedung DPRD Bali ini memiliki dimensi yang lebih besar dari Kori Agung pada umumnya,dan memiliki tiga buah pintu masuk yang berbeda ukuran (dua pintu yang lebih kecil dan satu pintu lebih besar/ pintu utama). Hanya beberapa Kori Agung saja yang memiliki tiga buah pintu, sedangkan sebagian besar Kori Agung memiliki hanya sebuah pintu masuk. Pintu utama ini senantiasa tertutup dan baru dibuka ketika ada acara pada balai pertemuan kantor DPRD tersebut Material Gambar 2.Lokasi Kori Agung didepan Balai Pertemuan Kantor DPRD Bali Sumber: Google Earth, 2017 Dilihat dari bahan bangunan yang dipakai dalam pembuatan Kori Agung ini tidaklah berbeda dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan kori agung pada pura di Bali yaitu menggunakan batu bata halus dan batu padas. Penggunaan material pada Kori Agung ini dipilih menggunakan bahan tradisonal yaitu bata halus dan batu padas untuk mendapatkan bentuk serta tekstur yang sama dengan aslinya. Sehingga dengan material yang sama, maka diharapkan sososk dan tampilan alami sebuah Kori Agung dapat dihadirkan pada area gedung DPRD ini. Ragam Hias Pepatraan pada Dinding dan Pintu Masuk Bisa dilihat pada gambar di atas, pada bangunan kori Agung ini terdapat pepatraan pada beberapa bagian di dinding maupun bagian lawang dari bangunan ini.
Ragam hias yang tergolong pepatraan diwujudkan dalam pola flora yang berulang yang dalam penerapannya dapat dikembangkan secara bervariasi sesuai kreasi masing-masing seniman. Seperti Patra Wangga yang menggambarkan kembang mekar dengan variasi lengkung-lengkung batang bersulur. Pada bangunan kori Agung ini pula dapat dilihat patra punggel yang mengambil bentuk dasar daun paku dengan lekung-lekung daun muda.
Patra Punggel ini juga merupakan patra yang sering digunakan selain bentuknya yang murni dalam bentuk patra punggel, juga sering digunakan dalam kekarangan sebagai bahan pelengkap kekarangan. Yang bisa dilihat pada bagian Murdha dan gegodeg pada bagian atap sebagai bahan pelengkap karang naga Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN. 5 Secara konsep, bentuk patra yang dipergunakan pada Kori Agung ini memiliki makna sama dengan pakem ragam hias tradisional Bali, hanya saja memiliki tampilan yang sudah lebih modern, dimensi yang berbeda dan motif-motif yang sudah lebih berkembang dari masa lalu. Gambar 3.Pepatraan pada Bangunan Kantor DPRD Bali Murdha dan Gegodeg pada Puncak Gerbang Utama Ornamen murdha pada arsitektur tradisional Bali umumnya dapat ditemukan pada bagian atap yang berbentuk limasan, dan pada umumnya pada bangunan yang dikelompokan sebagai bangunan suci dan masih ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan seperti meru, pelinggih, kori agung, bangunan kentongan suci (Bale Kulkul), dan bangunan untuk upacara ritual (bale gede) yang terdapat dalam area publik warga (Bale Banjar). Pada bangunan rumah tradisional Bali ornamen murdha juga dipahatkan pada puncak Bale Dauh yaitu bangunan yang masih ada kaitannya dengan kegiatan agama atau untuk orang tua dari pasangan muda, dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ornamen murdha ini pada umumnya memiliki korelasi yang kuat dengan fungsi bangunan yang diperuntukan kepada daerah agung atau orang-orang yang dituakan dalam keluarga. Syilvia Agustine Maharani 1), Tri Anggraini Prajnawrdhi 2)) -Kajian Penerapan Arsitektur dan Ragam Hias Tradisional Bali pada Kori Agung Bangunan Balai Pertemuan di Kantor DRPD Bali 2-71 6 Gambar 4. Murdha pada Bangunan Kantor DPRD Bali Pada bangunan kori agung di kantor DPRD ini, menurut hipotesa penulis selain dengan adanya Kori Agung ini dengan adanya murdha besar di atasnya, bertujuan untuk memberi makna agung atau besar pada bangunan perkantoran ini, terlebih bangunan kantor ini merupakan perkantoran bagi pemerintah-pemerintah daerah yang bisa dibilang, di tua kan atau sebagai pengurus daerah.
Pada bagian murdha terdapat patung kepala naga yang lengkap dengan mahkota kebesaran hiasan gelung kepala, dengan anting-anting telinga, rahang terbuka dengan taring gigi runcing dengan lidah terjulur. Patung naga sering disimbolisasikan sebagai hewan fantasi yang melindungi dan dapat ditemui di berbagai budaya lainnya, seperti budaya tionghoa. Kemungkinan pengambilan patung naga disini, melambangkan pengurus-pengurus daerah yang melindungi masyarakatnya. Gegodeg pada Bangunan Kantor DPRD Bali Gegodeg adalah bagian jurai luar yang terdapat pada bagian atap Bali.
Pada bangunan kori agung di kantor DPRD ini, bisa dilihat pengulangan pepatraan pada bagian gegodegnya, dengan pengulangan patra flora. Patung Dwarapala pengapit Lawang Dwarapala Patung ini mempunyai arti penjaga pintu yang pada umumnya terdapat pada gapura atau sebuah kori agung pada sebuah pura atau tempat pemujaan. Sebagai penjaga pintu, biasanya patung ini diwujudkan dalam wajah garang yang memperlihatkan taring dengan mata melotot dan memegang senjata, pedang atau pisau. Pada kori agung di Kantor DPRD ini pula terdapat patung dwarapala yang menjaga pintu akses menuju wilayah utama, walaupun pintu akses ini tidak digunakan setiap harinya Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN.
Patung Dwarapala pada Bangunan Kantor DPRD Bali Karang Boma Karang Boma pada bagian atas pintu utama Kori Agung Karang boma merupakan simbol dari kepala bhuta kala, yang dilukiskan dari leher keatas lengkap dengan hiasan kepala dan mahkota. Karang boma diturunkan dari cerita lama yang memiliki jari runcing lengkap walaupun kerap digambarkan tanpa lengan.
Karang boma biasanya digunakan diatas lubang pintu dari Kori Agung dan lawanglawang pintu lainnya di bangunan tradisional Bali, yang dipercayai akan melindungi kita dari marabahaya atau niatan buruk bagi yang melewati lawang tersebut. Pada karang bhoma di kori agung di bangunan kantor DPRD ini karang bhoma pun dilengkapi oleh pepatraan berupa perulangan dari bentuk-bentuk dedaunan dan sulur.
Karang Bhoma pada Bangunan Kantor DPRD Bali Sumber, Penulis, 2017 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep bentuk serta ragam hias pada arsitektur tradisional Bali diterapkan pada banguan modern di Bali dalam hal ini penggunaan Kori Agung pada sebuah bangunan umum yaitu Dedung DPRD Bali. Bentuk Kori Agung serta ragam hias yang dipergunakan masih mengambil konsep tradisional namun sudah mengalami perubahan yang disesuaikan dengan konteks serta fungsi bangunan. Hasil penelitian ini masih jauh dari kata Syilvia Agustine Maharani 1), Tri Anggraini Prajnawrdhi 2)) -Kajian Penerapan Arsitektur dan Ragam Hias Tradisional Bali pada Kori Agung Bangunan Balai Pertemuan di Kantor DRPD Bali 2-73 8 sempurna, yang masih bisa dikatakan sebagai pijakan awal dari penelitian lainnya mengenai adaptasi ATB pada fungsi-fungsi modern seperti perkantoran. Kajian mengenai pamesuan dan kori agung belum banyak diteliti secara lebih mendalam, sehingga masih banyak konsep yang bisa diterapkan secara penuh pada arsitektur modern. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan untuk dilanjutkan dalam penelitian berikutnya, bagi peneliti lain guna membuka wawasan lebih luas dan komprehensip mengenai kori agung dan kaitannya dengan penerapan ATB dalam arsitektur modern.
Ayu Oka Saraswati, 2001, Pamesuan, Udayana University Press Davison, J., Enu, N., dan Granquist, B. Bali Architecture. Hongkong: Periplus Edition Ltd. Grace Hartanti; Amarena Nediari, 2015 Pendokumentasian Aplikasi Ragam Hias Budaya Bali, Sebagai Upaya Konservasi Budaya Bangsa Khususnya Pada Perancangan Interior, HUMANIORA Vol.5 No.1 April 2014: Geoffrey Broadbent, Richard Bunt, Charles Jencks, 1980, Sign, Symbol and Architecture, John Wiley and Son, Chichester I Made Jayadi Waisnawa, 2014, Ornamen Bali Dalam Desain Interior Hotel Ari Putri, FSRD Institut Seni Indonesia Denpasar N. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Tahun 1981/1982 Wijaya, M. Architecture of Bali: A Source Book of Traditional and Modern Form.
Bali: Wijaya Words. Gelebet, I N (1981) Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bali. Prajnawrdhi, T A (2017) Bentuk dan Makna Arsitektur, Materi Kuliah T A, PMA UNUD: Bentuk dan Makna Arsitektur. Disampaikan pada tanggal 6 Maret Prajnawrdhi, Tri Anggraini. (2002), Kajian Bentuk dan Ragam Hias Arsitektur Bali pada Bangunan Gereja Katolik di Bali.
Tesis Magister, bidang studi Perancangan dan Kritik Arsitektur, Jurusan Teknik Arsitektur, FTSP ITS, Surabaya Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN.
JENIS STUKTUR BANGUNAN DITINJAU DARI BENTUKNYA 1. Struktur massa, padat atau solid. Pada zaman dahulu, ketika ilmu gaya dan teknologi belum dikenal, perencanaan bangunan berdasarkan intuisi atau 'bisikan kalbu' di samping bakat yang ada.
Pada taraf permulaan sekali, struktur massa yang betul-betul padat dapat dikatakan struktur tumpuk yang terdiri dari batu-batu yang ditumpuk dengan bentuk bangunan yang stabil dan statis, contoh: piramida-piramida di Mesir dan candi Borobudur di Indonesia. Gambar lembar 1 no.
Bangunan istana, candi dan jembatan dibangun dari batu alam atau bata buatan yang hanya dapat menahan gaya tekan tegak atau gaya vertikal. Gambar lembar 2 no. Gaya-gaya miring dan mendatar (horisontal) didukung melalui konstruksi lengkung, konsol atau kubah yang ditunjang oleh tiang-tiang berat atau dinding-dinding tebal, yang diteruskan ke pondasi sebagai gaya-gaya vertikal. Gambar lembar 2 no.
Dinding pasangan batu alam atau bata buatan berfungsi sebagai dinding pemikul beban. Struktur massa kecuali sebagai pemikul, juga berfungsi sebagai penutup ruang dan pelindung terhadap iklim yang sempurna. Tetapi karena dibutuhkan bahan yang banyak dan upah pemasangan yang mahal, maka menjadi kurang ekonomis. Juga tidak begitu menguntungkan dengan adanya pembatasan struktural.
Biasanya terbatas bentangan terbuka sampai kira-kira 8 meter, dan juga ketinggian dinding yang tergantung dari tebalnya. Dinding padat (atau solid) yang tebal adalah baik sekali sebagai penerus gaya-gaya didalamnya. Begitu pula ketahanan terhadap perubahan temperatur dan panas api. Mengenai isolasi terhadap suara masih kurang memenuhi syarat akibat dari efek transmisi massa. Struktur rangka atau skeleton, yang dibagi dalam: 2.1.
Struktur Rangka Bidang: - struktur rangka bidang dalam dua dimensi. struktur rangka bidang dalam tiga dimensi. Struktur rangka ruang (dalam tiga dimensi). Bentuk struktur rangka adalah perwujudan dari pertentangan antara gaya tarik bumi dan kekokohan.
Contoh sederhana struktur rangka adalah payung dan tenda, di mana kulit atau kain sebagai 'membran' dipentang (ditarik) kuat dan dihubungkan dengan kerangka. Gambar lembar 3 no. Pada dasarnya konstruksi rangka terdiri atas dua unsur. Balok atau gelagar, sebagai unsur mendatar yang berfungsi sebagai pemegang dan media pembagian beban dan gaya kepada tiang.
Tiang atau pilar sebagai unsur vertikal yang berfungsi sebagai penyalur beban dan gaya menuju tanah. Gambar lembar 3 no. Arsitektur klasik bangsa Yunani zaman dulu menggunakan struktur rangka yang terdiri dari pilar dan balok. Begitu pula banyak terdapat pada bangunan-bangunan zaman sekarang dengan rangka yang terdiri dari tiang dan balok yang disatukan dengan lantai; tetapi dengan teknologi yang berbeda.
Konstruksi rangka mengurangi pembatasan-pembatasan besarnya bentangan ruang yang terdapat dalam konstruksi solid. Sebagian rangka dari struktur dapat diletakkan di dalam ruang, di antara batas ruang yang diinginkan dan garis batas luar bangunan. Gambar lembar 4 no. Penggunaan baja dengan daya tarik yang tinggi, daya tekan tahan lekuk dan gaya geser, sejak abad delapan belas mulai digunakan, oleh karena dapat membentang lebih panjang daripada kayu. Rangka gelagar dalam bangunan petak terdiri atas batang-batang mendatar, tegak lurus (vertikal) dan diagonal.
Batang-batang terletak dalam bidang datar yang berdimensi dua dan menahan gaya tarik atau gaya tekan. Gambar lembar 4 no. Batang-batang Batang-batang itu dapat dikembangkan dikembangkan menjadi gelagar didalam didalam ruang yang berdimens berd imensii tiga, disebut struktur rangka ruang. Gambar lembar 4 no. Sejarah struktur rangka ruang terjadi waktu pembangunan menara Eifel di Paris dalam tahun 1889. Gambar lembar 4 no.
Arsitektu Arsitekturr modern modern sering sering menggunakan menggunakan struktur struktu r rang r angka ka ruang. Perencanaan struktur bangunan modern adalah hasil dari penelitian / penyelidikan dan perhitungan dengan pandangan bahwa bangunan beserta pondasinya merupakan suatu struktur yang kompleks tetapi integral. Bilamana balok-balok dijadikan satu dengan pelat lantai yang sama tebalnya dengan balok dan kolom-kolom dijadikan satu dengan dinding pelat yang juga tebalnya disamakan, maka struktur terdiri atas pelat dan panil. Struktur Struktur itu disebut disebut rangka rang ka kotak. Gambar lembar 3 no.
Bilamana dalam arah vertikal struktur tersebut diganti dengan kolom-kolom yang mempunyai atau menyerupai profil baja dengan bentuk U atau H pada jarak-jarak tertentu maka struktur itu menjadi struktur seluler. Gambar lembar 3 dan no. Struktur permukaan bidang dibagi dalam: 3.1. Struktur lipatan (Gambar lembar 6 no. Struktur Struktur cangkang (Gambar lembar 7 dan 8), yang dibagi sub lagi dalam: - Struktur cangkang tebal.
Struktur cangkang tipis. Struktur membran. Struktur pneumati. Struktur dengan bentuk bertahan sendiri. Struktur rangka permukaan bidang. Sejarah dari struktur permukaan bidang, dalam hal ini bidang lengkung yang permukaan menutup suatu ruang, sudah dikenal orang pada zaman zaman dahulu, yaitu kubah. Gambar lembar 5 no.
Pada struktur ini, bidang menerima beban, membentuk ruang dan sekaligus memikul beban. Kekuatan utamanya terletak pada bebasnya arah-arah gaya yang bekerja padanya, sesuai dengan bentuk ruang struktur itu. Dalam perencanaan perencana an dan perhitungan diperlukan ilmu eksakta eksakta tentang tingkah laku struktur dan analisa ilmiah yang tepat.
Untuk lebih meyakinkan, percobaan dari model dengan skala pembebanan dan konstruksinya dikerjakan dibengkel kerja dengan menggunakan alat-alat pengukur. Teori dan keahlian dalam pelaksanaan menuju pada taraf dimana pengertian akan struktur permukaan bidang harus dikaji. Lain halnya dengan struktur rangka atau struktur massa. Struktur lipatan Struktur lipatan tidak mempunyai sejarah, tetapi struktur baru. Sebagai contoh dari alam adalah daun palem dan dalam kehidupan sehari-hari tirai yang dilipat-lipat. Gambar lembar 9 no. Terjadinya struktur ini adalah hasil dari percobaan-percobaan dengan melipat-lipat dengan berbagai cara pada bahan yang tipis dengan diberi penguat samping yang kemudian diberi beban.
Gambar Gambar lembar lembar 9 no. Jadi struktur lipatan adalah pelat datar sebagai atap dan pelat datar lainnya sebagai panil, atau dinding, dikerjakan menjadi lipatan pelat-pelat, yang berfungsi sebagai struktur permukaan bidang dan dapat berdiri sendiri. Struktur cangkang (shell) Kata cangkang bersumber dari alam, yaitu cangkang telur, kepiting, keong dan sebagainya. Bentuk melengkung, tipis tapi kaku dan kokoh. Sifat-sifat inilah yang ditiru manusia dari alam dalam pembuatan struktur. Cangkang pada umumnya menerima beban yang merata dan dapat menutup r u a n g a n b e s a r, d i b a n d u n g k a n d e n g a n t i p i s n y a p e l a t c a n g k a n g t a d i. Bila ada beban berat terpusat diperlukan tulangan ekstra.
Dengan mengadakan rusuk akan menimbulkan gayagaya lain daripada yang dikehendaki. Dari tipisnya pelat, pelat, dibandingkan dengan bentangannya, maka cangkang mendekati sifat membran, sehingga gaya-gaya yang bekerja hanya gaya tangential dan radial, sedangkan gaya lintang dan momen dianggap tidak ada, karena kecil nilainya. Struktur cangkang dapat dibuat dari beton tulang, plastik atau pelat baja. Kadang-kadang Kadang-kadang bentangan yang dicakup lengkungan cangkang terbatas. Dalam hal ini dapat digunakan secara berulang-ulang (dalam seri).
Gambar lembar 7 no. Struktur kabel dan jaringan atau struktur tarik dan tekan. Struktur kabel dan jaringan dapat juga dinamakan struktur tarik dan tekan, karena pada kabel-kabelnya hanya menanggung beban gaya tarik saja, sedangkan kepada tiang-tiang pendukungnya dibebankan gaya tekan. Prinsip konstruksi kabel sudah dikenal sejak zaman dahulu pada jembatan gantung, di mana gaya-gaya tarik digunakan tali.
Gambar lembar 10 no. Contoh lain adalah tenda-tenda yang dipakai para musafir yang menempuh perjalanan jarak jauh lewat padang pasir.
Gambar lembar 10 no. Setelah orang mengenal baja, dipakailah bahan itu sebagai penggantung pada jembatan. Pada awal penggunaan, baja itu dapat berkarat.
Pada zaman setengah abad sebelum sekarang, ditemukanlah baja dengan tegangan tinggi, dengan sigma tarik € = 10.000 kg/cm 2 dan lebih, yang tahan terhadap karat. Pada jembatan gantung, kabel-kabel letak dalam bidang datar (dua dimensi), sedangkan pada struktur kabel dan jaringan rangkaian kabel yang berjumlah banyak, disusun ortogonal dalam bidang lengkung, masing-masing kearah yang berbalikan untuk kepentingan bersama, sehingga menghasilkan sistem yang stabil dalam tiga dimensi. Gambar lembar 10 no. Pemakaian struktur tersebut berkembang menjadi struktur atap gantung ruang, memakai bahan yang ringan, kuat dan tahan cuaca, diantaranya fibre glass, acrilic dan sebagainya, yang dipasang di antara jala-jala dari kabel baja mutu tinggi. Jaringan laba-laba adalah suatu contoh dialam yang merupakan jaringan dalam bidang (dua dimensi) dan mempunyai perubahan bentuk (deformasi) yang elastis.
Pada zaman sekarang, sesuai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, struktur kabel dan jaringan juga berkembang. Pemakaian struktur tersebut tidak terbatas pada bangunan untuk pameran atau pertunjukan, tetapi telah digunakan untuk stadion dengan bentangan untuk ruang yang besar ataupun untuk suatu kota kecil seperti kompleks pertahanan NATO dekat Kutub Utara. Gambar lembar 10 no.
Struktur biomorfik. Persekutuan antara Manusia dan Alam Dari banyak sejarah, manusia dan alam adalah bermusuhan. Manusia primitif berusaha membuat perlindungan terhadap udara dingin, panas dan hujan. Kemudian secara bertahap, manusia mengubah keadaannya keadaannya dengan memanfaatkan keadaan alam. Semula system konstruksi dengan karakteristik alamiah dari bahna-bahan bangunan yang konvensional, yaitu batu alam dan kayu.
Setelah dimulai dengan pembuatan kaca, brons, besi dan batu buatan, tak banyak kemajuan yang dicapai dalam desain. Pengaruh besar terhadap arsitektur terjadi pada abad revolusi industri dengan munculnya berbagai bahan-bahan buatan.
Cara-cara tertentu dalam pemakaian baja, kaca, plastik, beton bertulang, Iain-lain bahan campuran dan teknologi modern yang merealisasikan sumber tenaga untuk penerangan, udara, air dan panas, membuat gedung-gedung terlindung dari gangguan alam. Dibuatlah perencanaan untuk menyediakan lingkungan kehidupan kelompok-kelompok manusia dalam kota-kota yang menjadi monumen dan menguasai alam. Prasangka anti alam dalam arsitektur dan gaya institusional mencapai puncaknya dalam tahun 1940-an dengan ciri khas digunakannya kaca-kaca lebar dan baja konstruksi yang dapat diproduksi secara besarbesaran. Gaya institusional meluas menjadi gaya internasional dengan digunakannya kaca-kaca lebar pada dinding-dinding luar yang seolah-olah memasukkan alam sekitarnya keruanganruangan dalam gedung. Tetapi sejak tahun 1970-an sikap 'kemenangan' terhadap alam mulai berubah. Kesadaran akan pentingnya alam di lingkungan, bertumbuh dan dapat dirasakan perbedaan antara alam buatan seperti yang terdapat di halaman dekat gedung atau taman dalam kota dengan alam asli yang tak terlepas dari keadaan sekelilingnya.
Kekhawatiran akan kehabisan sumber alam dan terhadap polusi menimbulkan 'aspirasi lingkungan' dan dibuatlah bahan-bahan tiruan seperti kertas dinding bergambar kayu, rumah untuk tanaman, kebun bunga dalam ruangan dan sebagainya. Arsitek dan perancang kota tertentu menjawab tantangan itu dengan gairah baru, yaitu mendalami macam arsitektur yang mendekatkan alam dengan peradaban.
Aliran ini disebut arsitektur biologi atau biotektur. Biotektur dimulai dengan pendirian bahwa alam sendiri adalah konstruksi dalam arsitektur yang ideal.
Lingkungan buatan manusia seperti gedung-gedung dan kebunkebun adalah aransemen dari elemen-elemen elemen-elemen yang telah ada di alam, yaitu susunan kembali kembali dalam skala kecil bagian dari planit termasuk lautan dan atmosfer. Baik kampung atau kota tak dapat sama sekali diisolasi dari alam. Alam sendiri memproduksi segalanya yang diperlukan manusia untuk kesehatan dan kenikmatan, seperti panas, makanan, udara segar, sinar matahari, air bersih, lapangan terbuka dan ketenangan. Keadaan alam dapat dimanfaatkan sebagai contoh disain untuk gedung-gedung yang mempergunakan prinsip struktur dan motif dari alam. Aliran ini disebut arsitektur biomorfik. Hal yang berhubungan erat ialah dengan memanfaatkan keadaan alam sebagai sistem struktur yang aktif dengan mempergunakan sistem yang ada di alam untuk tujuan arsitektur.
Pendekatan ini disebut struktur biomorfik. Alam sebagai Disainer Disainer dan Struktur Biom orfik orfi k Ide dengan memanfaatkan model-model dari alam ke dalam arsitektur lahir belum begitu lama. Tetapi disain yang meniru dari alam telah lama dipergunakan orang pada umumnya dalam dekorasi. Pada akhir abad sembilan belas di Eropa lahir aliran seni yang disebut Art Nouveau, yang menggunakan pahatan pada permukaan dinding dengan garis-garis melengkung untuk membawa perasaan perasaan aneh dan cantik cantik sesuai dengan dengan tanaman di hutan dan gua-g ua binatang laut. Arsitek kenamaan dari Amerika Prof.Ir.
Frank Lloyd Wright (1869 — 1959) mendapat ide dari alam untuk prinsip-prinsip arsitektur dan dekorasi. Gambar lembar 163 no.
Kebanyakan dalam disain gedung-gedung tinggi dipergunakan sistem pondasi akar tunjang atau akar tunggal dari pohon. Akarnya yang dibuat dari beton bertulang masuk ke dalam tanah dan dan bentuknya bentuknya mengecil mengecil ke bawah. Gambar lembar 163 no. Untuk tanah yang agak lembek, oleh Prof.Ir. Sediatmo dipergunakan sistem pondasi akar berganda atau akar serabut yang tak begitu dalam, tetapi berjumlah banyak, seperti akar jenis palma. Tanah digali di beberapa tempat dengan kedalaman tertentu.
Pipa-pipa beton dimasukkan dan diisi dengan tanah yang kemudian dipasang pelat beton bertulang sebagai penutup pipa-pipa beserta tanah yang ada di dalamnya dan disekitarnya. Maksud sistem ini ialah untuk meninggikan daya dukung tanah dengan memanfaatkan tekanan tanah pasif, sehingga tak perlu mencapai tanah keras yang letaknya jauh di dalam dan akan lebih mahal biayanya bila dipakai sistem tiang pancang.
Sistem pondasi tersebut lebih populer populer denga dengan n nama nama 'ponda si cakar ayam '. Gambar lembar 163 no. Buckminster Fuller dan Paolo Soleri telah mendisain dan membuat gedung-gedung dengan struktur yang diperoleh prinsipnya dari bentuk-bentuk khusus dan teknik dari sistem pada cangkang binatang, formasi geologi dan susunan-susunan atom. Penggunaan panil-panil sebagai pengantar panas surya secara pasif ke dalam bangunan, menggambarkan pendekatan biomorfik kepada arsitektur.
Ini adalah tiruan dari proses panas alam yang terjadi pada permukaan air danau oleh sinar matahari; hanya dengan cara teknik yang khusus. Arsitek-arsitek biomorfik percaya, bahwa di alam ada banyak contoh-contoh yang cantik, menyenangkan dan yang dapat dipercaya untuk disain gedung-gedung. Keong laut dengan cangkang berbentuk spiral, sarang laba-laba dengan efisiensi yang kompleks dan amuba dengan sifat yang berubah-ubah, menyediakan inspirasi bagi para arsitek. Kebanyakan dari struktur kabel dan jaringan untuk atap bangunan, termasuk jaringan radial, jaringan tepi dan jaringan keranjang, adalah tiruan dari sarang laba-laba. Penemuan bentuk-bentuk kabel dan jaringan dengan teknik matematika untuk menganalisa tingkah laku struktur yang menyediakan teori rangka jaringan, adalah taksiran dari efisiensi jaringan laba-laba. Ada jenis laba-laba yang membuat jaringan berkeliling-keliling pada jaring-jaring radial secma logaritmis. Di titik pusat ada bulatan pada tempat untuk menggantungkan jaringan ke dahan atau suatu perletakan.
Gambar lembar 164 no. Jenis laba-laba lainnya membuat jaringan berganda banyak dan digantungkan secara berganda pula pada titik-titik penahan. Gambar lembar 164 no. Cara-cara tersebut telah dilaksanakan dalam perencanaan atap oleh Dr. Penyelidikan mengenai cangkang dan struktur rangka yang terdapat di alam, terutama pada diatom dan radiolara melahirkan banyak ide bentuk-bentuk yang kuat tetapi ringan.
Diatom bulat atau datar dan panjang adalah organisme terkurung di dalam cangkang silikat yang monolit, tetapi sedikit berlubang-lubang atau tersusun dari struktur berkisi-k berkisi-kisi. Gambar lembar 164 no. Bentuk dari cangkang yang mengurung protoplasma ditentukan turun-temurun tanpa diketahui tenaga yang ditahannya. Cangkang-cangkang itu dapat berbentuk datar, silindris, kubah atau seperti pelana. Hal yang agak meragukan dari diatom-diatom yang tipis ialah bahwa strukturnya menyerupai konstruksi cangkang dengan bentangan besar dalam teknik.
Dalam penyesuaian diri dengan aturan bidang yang minimal, dinding-dinding pemisah bertemu pada sudut-sudut yang sama dan berhadapan, dititik-titik simpul secara radial dan dalam tiga dimensi seperti halnya pada gelembung-gelembung sabun. Tegangan filem (selaput tipis) membentang untuk mengadakan jaringan-jaringan segi enam yang teratur dan dilapisi oleh gelembung-gelembung berbentuk bola. Konsentrasi energi bidang permukaan pada sudut-sudut dan tepi-tepi dari dinding batas, menyebabkan partikel-partikel silikat berkumpul di celah-celah yang memisahkan gelembung-gelembung. Hal tersebut setelah dipelajari dan dianalisa oleh Dr.
Frei Otto, diterapkan pada konstruksi baja. Struktur tersebut pada bidang atau ruang yang berdimensi tiga. Mempunyai sambungan yang kaku dibentuk dengan prinsip yang sama dengan keadaan di alam, dengan cara memasukkan beton cairan atau plastik kedalam ruangan bercelah-celah yang ada di antara balon-balon yang dipak berdekatan. Gambar lembar 165 no. Setelah dikosongkan dan diangkat balon-balonnya, tinggallah struktur kisi-kisi yang cekung dengan elemen-elemen yang meruncing dan dengan pelat sambungan yang melengkung.
Pelat berkisi-kisi dalam ruang dari beton bertulang dapat dibuat dengan mengepak balonbalon bagaikan roti. Diantara jaringan tulangan beton dipasang juga tulangan tarik arah vertikal pada tiap-tiap bagian.
Demikian pula dapat dibuat pelat-pelat dan rangka baja atau dari lain bahan yang berkisi-kisi. Gambar lembar 165 no. Rangka berbentuk bujur sangkar dalam tiga dimensi dengan titik-titik simpul yang kaku adalah konstruksi statis tak tertentu, dimana beban-beban yang timbul disudut-sudut dipikul oleh rangka tersebut secara keseluruhan. Suatu menara lonceng gereja Protestan di Berlin — Schonow ciptaan Dr. Frei Otto memikul tiga buah lonceng yang beratnya masing-masing 290 kg, 420 kg dan 595 kg. Momen dinamis yang disebabkan oleh ayunan lonceng itu ditahan oleh menara kisi-kisi b eru kura n 2 m X 2 m X 2 m d al a m ru ru an g, de de ng an su su m bu ti ti ga di di me n si. Gambar lembar 165 no.
Struktur Struktur biomorfik biomorfik ini ditemukan ditemukan setelah setelah mempelajari mempelajari kerangka kisi-kisi dengan titik-ti tik pertemuan yang kaku berdasarkan bentuk-bentuk diatom dan radiolara. Dalam perencanaan Gedung Pusat Hiburan di Monte Carlo telah diusulkan untuk membuat suatu konstruksi cangkang dengan bentuk lengkungan sinklastik gayi bebas dari beton bertulang yang dipasang di atas rangka ruang dari kisi-kisi baja. Deformasi bidang kisi-kisi pada akhir bentuk mendapat perpindahan sudut sebesar tiga puluh derajat. Pertemuan rangka kisi-kisi ditentukan untuk menstabilisasi cangkang beton yang dipikulnya dan baja dengan propil U dipilihhya sebagai cetakan untuk balok palang atau gording. Balok-balok palang dari beton pracetak itu dibaut pada rangka kisi-kisi baja dan siar-siarnya diisi adukan semen kering untuk kekakuan dan kontinuitas pada kerangka. Luas atap seluruhnya adalah 5800 m2.
Gambar lembar 165 no. Atap gedung itu adalah suatu contoh struktur yang mengontrol iklim dengan dua lapisan pelat. Lapisan luar dibuat dari panil-panil pleksiglas yang dipasang pada bagian atas dari palang beton pracetak dan lapisan bawah terdiri dari brisesoloil dari berbagai daun yang digantungkan di antara bagian-bagian dari kisi-kisi kerangka baja. Daun-daun tersebut dapat disetel untuk disesuaikan dengan arah sinar matahari. Bilamana daun-daun ditutup rapat, maka ruangan menjadi gelap dan dapat diterangi dengan lampu-lampu listrik. Ditutupnya daun-daun tersebut juga dengan maksud agar kedua lapisan atap merupakan isolasi terhadap suatu bising dari lalu-lintas jalan yang terdekat.
Untuk menghindari terkumpulnya panas di ruang antara kedua lapisan, dibbuat ventilasi ke luar. Pelat lantai beton bertulang dengan penguat berupa rusuk-rusuk melingkar-lingkar yang menyusuri garis-garis trayektori tegangan pelat, telah direncanakan oleh Ir. Gambar lembar 163 no. Ini sebenarnya tiruan dari prinsip pengaku daun-daunan.
Juga dalam disain struktur cangkang dari beton bertulang, para arsitek mendapatkan inspirasinya dari berbagai jenis keong keong dengan dengan rumahny rumahnya a sebagai sebagai pelindung yang tipis, tetapi kuat d an ka ku. Pada waktu yang bersamaan, kebenaran dan ketergantungan dari jantung, paru-paru dan sistem urat syaraf menjadi standar bagi arsitek-arsitek biomorfik untuk mendisain gedung-gedung.